Jumat, 16 Juli 2010

Perkembangan anak

Pengaruh perilaku pola asuh ibu terhadap perkembangan anak
Perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusia pada proses yang lebih luas dan kompleks. Perkembangan tersebut sebagai tugas yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya (Hartono dan Sunarto, 2002).

Anak memiliki perkembangan intelektual dan ketrampilan motorik yang cukup pesat yakni pada usia 3-5 tahun. Pada tahap usia ini, orang tua ikut andil dalam upaya merespon kesiapan dan kegairahan belajar anak. Ringkasan usia 3-5 tahun adalah saat penting bagi orang tua dalam merespon, melatih dan mengembangkan kemampuan psikomotorik dan intelektual balita (Triton PB, 2006). Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas.

Kenyataannya banyak anak mengalami keterlambatan perkembangan psikomotorik karena hilangnya deteksi dini dan intervensi. Di Amerika Serikat, 17% anak memiliki kecacatan perkembangan atau perilaku seperti autis, cacat intelektual, dan hiperaktif. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 150 -–200 ribu orang. Karena keterlambatan perkembangan tersebut, banyak pula anak pra sekolah yang mengalami kesulitan belajar. Di Amerika Serikat dan Eropa insiden kesulitan belajar kurang lebih 10-15% dari populasi anak. Di Indonesia belum ada laporan mengenai prevalensi kesulitan belajar diduga secara keseluruhan sebanyak 6-12% pada anak usia sekolah ( Kesimpulan.com, 2009 ).

Selain itu, kekerasan terhadap anak-anak juga sering terjadi di sekitar kita tidak saja dilakukan oleh luar lingkungan keluarga anak, namun juga dilakukan oleh lingkungan keluarga anak sendiri yakni orang tua. Data resmi Israel sebelumnya menyatakan tingginya tingkat kekerasan terhadap anak-anak di Israel selama bertahun-tahun, dan selama periode antara 2005-2008, tingkat kekerasan terhadap anak-anak mencapai hingga 71,5%. Selama tahun 2005, Komnas Perlindungan Anak mencatat terjadinya 688 kasus kekerasan pada anak, 381 meliputi kekerasan fisik dan psikologis. Dan yang paling ironis adalah bahwa 80 persen pelaku kekerasan adalah ibu kandung korban. Sedangkan balita terlantar pada tahun 2005 tercatat ada 1.138.126 anak dan anak terlantar ada 3.308.642 orang. Diperkirakan pula setiap 1-2 menit terjadi kekerasan pada anak di Indonesia. (Rawins, 2008).

Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan dapat terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan. Untuk mendapatkan anak yang sehat, cerdas dan sesuai dengan tumbuh kembangnya membutuhkan pemenuhan semua kebutuhan fisik, psikologis, social dan spiritualnya ( Achmad, 2009 ). Orang tua terutama ibu adalah contoh atau model bagi anak, orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak ini dapat di lihat dari bagaimana orang tua mewariskan cara berpikir kepada anak-anaknya, orang tua juga merupakan monitor pertama bagi anak yang menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik positif atau negatif. Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan berikutnya. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Kegagalan penyediaan lingkungan yang mendukung dan memadai bagi perkembangan jiwa anak akan mengakibatkan gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial bagi anak.

Pengasuh adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya (Oktavina, 2009)
Pengasuh erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya.

Tipe Pengasuhan Orang Tua

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Baumrind (Santrock, 1998) mengenai perkembangan sosial dan proses keluarga yang telah dilakukan sejak pertengahan abad ke 20, yang kemudian membagi kategori bentuk pola asuh berkaitan dengan perilaku remaja. Secara garis besar terdapat tiga pola yang berbeda diantaranya yakni authoritative atau demokratis, authoritarian atau otoriter, dan permissive ( Ismira, 2008 ).

1.Otoriter
Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan dan mengevaluasi perilaku serta sikap anak berdasarkan serangkaian standar mutlak, nilai-nilai kepatuhan, menghormati otoritas, kerja, tradisi, tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Terkadang orang tua menolak anak dan sering menerapkan hukuman.

2.Autoritatif / Demokrasi
Orang tua berusaha mengarahkan anaknya secara rasional, berorientasi pa da masalah yang dihadapi, menghargai komunikasi yang saling memberi dan menerima, menjelaskan alasan yang rasional yang mendasari tiap-tiap permintaan atau disiplin tetapi juga menggunekan kekuasaan bila perlu, mengharapkan anak untuk mematuhi orang dewasa tetapi juga mengharapkan anak untuk mandiri dan mengarahkan diri sendiri, saling menghargai antara anak dan orang tua, memperkuat standar-standar perilaku.

3.Permisif
Orang tua berusaha berperilaku menerima dan bersikap positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan dan perilaku anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman, berkonsultasi kepada anak hanya sedikit memberikan tanggung jawab rumah tangga, membiarkan anak untuk mengatur aktivit asnya, sendiri dan tidak mengontrol, berusaha mencapai sasaran tertentu dengan memberikan alasan (Widyarini, 2009).

Pengaruh Keluarga Terhadap Perkembangan

Keluarga merupkan institusi pendidikan primer bagi seorang anak. Pada institusi primer inilah seorang anak mendapatkan pengasuhan. Keberhasilan seorang anak dalam hubungan sosialnya tergantung pada pola pengasuhan yang diterapkan orangtua dalam keluarga. Pada umumnya pengasuhan diwujudkan dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, dan membimbing anak.

Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak (penuh perhatian dan kasih sayang) memfasilitasi perkembangan anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dlam perkembanga. Hubungan yang tidak sehat itu bisa berupa sikap orang tua yang kasar atau keras, kurang kasih saying atau kurang perhatian untuk memberikan latihan.

Bila tidak ingin memiliki anak dengan perilaku buruk, maka perlu kuatkan hubungan emosi dengan si buah hati. Penelitian menunjukkan, anak yang diasuh dalam rasa aman dan kedekatan emosi yang erat dengan ibunya akan tumbuh menjadi anak dengan perilaku baik.. Analisa yang dilakukan Dr Pasco Fearon dari School of Psychology dan Clinical Languge Sciences terhadap 69 studi yang melibatkan lebih dari 6000 anak pra remaja, menunjukkan kualitas hubungan anak, terutama anak laki-laki dengan ibunya di masa kecil berpengaruh kuat pada pembentukan perilaku anak. Anak yang besar dalam perasaan tidak aman dan kurang mendapat motivasi dan dukungan dari orang yang mengasuhnya, akan tumbuh jadi anak yang "tak bermasalah". Sebaliknya, anak yang merasa tidak dicintai, ditolak, dan kurang didukung, menjadi anak berperilaku buruk (kompas.com, 2010).

Selain itu, orang tua perlu menyadari bahwa orang tua adalah model bagi anak-anaknya. Sikap orangtua akan direkam dalam ingatan anak. Sikap orangtua terhadap rumah, keluarga, dan orang lain, terekam dengan baik dalam memori anak. Oleh sebab itu, mulailah menjadi orangtua yang patut ditiru. Sikap yang santun, berempati dan menghargai orang lain akan menjadi teladan bagi anak.

Penilaian Perkembangan Anak

Menurut (Rusmil, 2006: 48) Skrining/ pemeriksaan perkembangan anak ditujukan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.Kegiatan skrining ini dilakukan secara terjadwal mulai umur 3 bulan, dan dilanjutkan dalam rentang 3 bulan berikutnya sampai umur 72 bulan.
Adapun instrumen yang digunakan dalam proses skrining perkembangan anak adalah :

1.Formulir KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan) menurut umur. Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP adalah anak umur 0-72 bulan.
2.Alat bantu pemeriksaan
Alat bantu dapat berupa pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, dan potongan biskuit kecil berukuran 0,5- 1 cm.

Penilaian perkembangan anak dengan menggunakan KPSP dilakukan dengan cara :
1.Pada waktu pemeriksaan/ skrining, anak harus dibawa.
2.Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir. Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.
3.Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
4.KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu :
•Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/ pengasuh anak, contohnya :”Dapatkah anak berpakaian sendiri?”
•Perintah kepada ibu/ pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh :”Pada posisi bayi terlentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan- lahan ke posisi duduk.”
5.Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu- ragu atau takut menjawab, oleh karena itu pastikan ibu/ pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan kepadanya.
6.Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada satu jawaban,’ya’ atau ‘tidak’. Catat jawaban tersebut pada formulir.
7.Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/ pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu.
8.Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

Hasil skrining menggunakan KPSP dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
1.Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya
•Jawaban ’ya’, bila ibu/ pengasuh anak menjawab : anak bisa atau pernah atau sering atau kadang- kadang melakukannya.
•Jawaban ’tidak’, bila ibu/ pengasuh anak menjawab : anak belum pernah melakukan, atau tidak pernah atau ibu/ pengasuh anak tidak tahu.
2.Jumlah jawaban ’ya’=9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya (S)
3.Jumlah jawaban ’ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
4.Jumlah ’tidak’, perlu dirinci jumlah jawaban ’tidak’ menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian)

Setelah hasil skrining dengan menggunakan KPSP diinterpretasikan dan perkembangan anak diketahui baru dapat dilakukan intervensi terhadap perkembangan anak sebagai berikut :

1.Bila perkembangan anak sesuai umur (S)
•Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik
•Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak
•Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat sesering mungkin, sesuai dengan umur dan kesiapan anak
•Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di posyandu secara teratur sebulan sekali dan setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36- 72 bulan), anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan anak Dini Usia (PADU), Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak.
•Lakukan pemeriksaan rutin menggunakan KPSP setiap anak berumur kurang dari 24 bulan dan setiap 6 bulan pada umur 24 sampai 72 bulan.


2.Bila perkembangan anak meragukan (M)
•Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
•Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi penyimpangan / mengejar ketinggalannya.
•Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.
•Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.
•Jika hasil KPSP ulang jawaban ’ya’ tetap 7 atau 8 maka kemungkinan ada penyimpangan (P)

3.Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P)
•Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian)
(Dep.Kes. RI, 2005)

Rabu, 14 Juli 2010

IMUNOMODULATOR BUKAN SUPLEMEN

IMUNOMODULATOR BUKAN SUPLEMEN

Pemberian imunomodulator diyakini mampu “mendongkrak” daya tahan tubuh. Namun, apa jadinya jika imunomodulator tersebut diberikan kepada balita yang sehat?

Imunitas Tubuh

Sebelum membahas tentang imunomodulator, kita bahas dulu definisi system imunitas tubuh. Jadi, system imunitas tubuh berarti sel, jaringan atau organ yang memroteksi tubuh dari invansi organisme jahat seperti patogen, bakteri, parasit dan racun.
System imunitas tubuh berkembang sesuai dengan umur manusia.pada bayi dan balita, sistem kekebalan tubuh masih begitu lemah. Namun, pada saat dewasa (17-50tahun) maka sistem kekebalan tubuhnya akan optimal. Setelah itu, di usia tua (diatas 50tahun) sistem imun kembali melemah.
Sistem imunitas atau kekebalan tubuh sendiri terbagi dua, yaitu:
1. Sistem Imunitas Tidak Spesifik
Sistem kekebalan tidak spesifik berperan dalam menangkal masuknya bermacam-macam zat dari luar yang asing bagi tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan tubuh. Sistem kekebalan jenis ini adalah pertahanan (kulit dan selaput lender), kimiawi (enzim dan keasaman lambung), mekanik (gerakan usus dan rambut getar selaput lendir), serta zat komplemen yang berfungsi memusnahkan kuman dan zat asing.
2. Sistem Kekebalan Spesifik
Bila kuman atau zat asing yang masuk tidak bisa ditangkal oleh sistem kekebalan tubuh tidak spesifik karena terjadi luka pada kulit atau gangguan asam lambung, maka beraksilah sistem kekebalan tubuh yang tingkatannya lebih tinggi atau spesifik. Namun, kekebalan spesifik ini hanya mampu berperan pada kuman atau zat asing yang sudah dikenalnya. Maksudnya, kuman tersebut sudah lebih dari sekali masuk ke dalam tubuh manusia tersebut.
Walau setiap manusia sudah memiliki sistem imunitas,namun sistem tersebut tak selalu dalam keadaan seimbang. Terlebih pada anak-anak dan balita. Gangguan pada sistem kekebalan tubuh sebenarnya bisa diketahui sejak lahir (primer), namun ada juga gangguan kekebalan yang bersifat sekunder, yaitu muncul setelah kelahiran. Misalnya akibat infeksi campak atau AIDS, gizi buruk, kanker dan lain-lain.

Imunomodulator vs Imunitas Tubuh

Dr. Zakiuddin Muniasir, SpA(K) dari Subbagian Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM menekankan, sebenarnya tubuh manusia memang memiliki zat yang secara otomatisakan menormalkan sistem imun. Jadi, kalau imunitasnya sedang turun, maka akan ditingkatkan, dan kalau sistem kekebalan tubuhnya lagi tinggi maka akan diturunkan. “hanya saja, terkadang tubuh tidak berhasil menormalkan sistem imunnya sendiri. Maka, carilah cara menormalkan sistem imun tersebut dengan menggunakan imunomodulator.”
Jadi, imunomodulator bisa diartikan sebagai agen yang mampu memodifikasi atau mempengaruhi fungsi sistem imunitas tubuh. Peran imunomodulator sendiri ada dua, yaitu: sebagai immunosupressan atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan. Dan, sebagai immunostimulan, yaitu menguatkan sistem daya tahan tubuh.
Produk imunomodiator ini bisa dibuat dari bahan sintetik dan alami, yaitu dari tanaman. Tanaman meniran atau phyllanthus niruri L ternyata memiliki efek meningkatkan kekebalan tubuh. Begitu pula dengan tanaman echinaceae yang dikenal oleh suku bangsa Indian. Di Amerika dan Eropa sendiri sudah lama beredar makanan kesehatan herbal dari tanaman ini yang digunakan sebagai penguat sitem imun kala seseorang sedang terkena flu. Namun penggunaannya terbilang ketat dan produk tersebut dibatasi hanya untuk seminggu saja.
Dr. Zaki berkeyakinan, penggunaan imunoodulator yang berasal dari bahan herbal atau tanaman masih diperdebatkan. “Soalnya, banyak sekali bahan aktif yang terkandung pada masing-masing tanaman yang diklaim mengandung imunomodulator. Sehingga sulit untuk menentukan komponen mana yang benar-benar mempunyai efek tersebut. Tambahan pula, belum banyak uji klinis pada manusia seputar efek zat-zat yang katanya bersifat imunomodulator tersebut.” Ungkapnya.

Obat atau Suplemen?

Sementara itu, akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan imunomodulator untuk meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh anak justru semakin marak saja. Bahkan ada susu formula yang mengandung immunoglobulin yang kabarnya juga bisa menguatkan imunitas tubuh anak yang meminumnya. Padahal, “Imunomodulator adalah obat, bukan bukan suplemen yang bisa diminum setiap hari saat tubuh sedang sehat dan bugar. Sebab dalam keadaan sehat, tubuh bisa menyeimbangi sistem imun secara alami.” Tutur Dr. Zaki.
Kenyataan diatas tentu menyadarkan kita betapa masih banyak kemungkinan yang boleh jadi merugikan kesehatan anak, jika kita memberinya imunomodulator meski ia sedang sehat. Sebab, imunomodulator bekerja memacu kerja organ tubuh sehingga menguatkan sistem imunnya. Coba bayangkan jika organ tersebut dipacu terus-menerus, terutama saat tubuh anak sedang tidak sakit, tentu organ itu akan lebih cepat aus. Alhasil, si anak malah gampang terkena panyakit.
Jadi, imunomodulator sebaiknya diberikan pada anak yang menderita sakit infeksi, dan diberikan bersamaan dengan pemberian obat antibiotic, si anak akan segera sembuh lantaran sistem imunnya sedang turun. Dengan menguatkan sistem kekebalan tubuh, diharapkan si anak akan cepat pulih.
Sementara itu, untuk tetap menjaga kekebalan tubuh, konsumsilah makanan 4 sehat 5 sempurna. Ingat, IMUNOMODULATOR BUKAN SUPLEMEN!

Say No To Free Sex

Say No To Free Sex

Seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang ditujukan dalam bentuk tingkah laku. Faktor-faktor yang menyebabkan seks bebas karena adanya pertentangan dari lawan jenis, adanya tekanan dari keluarga dan teman. Dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat, dari 5% ada tahun 1980-an menjadi 20% di tahun 2000. telah dilakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja tentan seks bebas.
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang diajukan responden dengan jumlah sampel 42 responden. Hasil penelitian yang terlibat pergaulan tidak baik sebanyak 80,9% sedangkan remaja yang memperoleh sumber informasi tentang seks bebas sebanyak 47,6% dan remaja yang keadaan ekonominya baik sebanyak 35,6% serta remaja yang berpengetahuan cukup tentang seks bebas sebanyak 43% sedangkan baik dan kurang masing-masing sebanyak 28,5%.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengetahuan remaja tentang seks bebas disebabkan karena kurangnya kesadaran remaja tentang keadaannya dan tidak ada keterbukaan antara orang tua dan anaknya.Tayangan televisi, media-media berbau porno, semakin mendekatkan para remaja itu melakukan hubungan seks di luar nikah. VCD dan DVD porno begitu mudah diperoleh hanya dengan Rp 5.000. Sekali dirazia, setelah itu bebas lagi diperjualbelikan. Sistem pendidikan yang mengejar angka-angka pun memberi andil kerusakan generasi muda itu.
Hasil survei itu semestinya menyadarkan kita, para pendidik, orang tua, ulama, pengelola televisi, media massa, dan tentu juga pemerintah. Angka-angka yang terungkap itu, boleh jadi puncak gunung es. Setelah ini, apakah kita membiarkan bencana moral itu terus berlangsung –yang nauzubillahdapat saja menimpa keluarga kita?

I. Definisi Remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Apa yang perlu diperhatikan dalam berdiskusi dengan remaja?
Jangan menggurui. Jangan beranggapan bahwa kita lebih mengetahui sesuatu dibandingkan dengan remaja. Berikan kesempatan kepada remaja untuk mengemukakan pandangannya. Berikan argumen yang jelas dan masuk akal terhadap suatu persoalan (jangan mengatakan…. Pokoknya…..). Berikan dukungan pada remaja bila mereka memang patut diberikan dukungan. Katakan salah jika mereka salah, dengan alasan yang masuk akal menurut ukuran mereka. Jadikan mereka sebagai teman diskusi bukan sebagai individu yang harus diberitahu.

2. Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja

Apa yang dimaksud dengan reproduksi?

Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi = membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup.
Apasih Kesehatan reproduksi itu?
KESEHATAN REPRODUKSI (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi
(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).

Bagaimana cakupan pelayanannya?
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:
• konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
• pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal)
• pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan
• Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
• Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kespro

Apa itu Kesehatan Reproduksi Remaja?

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.

Mengapa Remaja Perlu Mengetahui Kesehatan Reproduksi?
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

Pengetahuan dasar apa yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik?

• Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja)
• mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
• Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi
• Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
• Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
• Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
• Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
• Hak-hak reproduksi

Siapa saja yang Perlu Diberitahu Perihal Informasi Kesehatan Reproduksi?

Proses reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung jawab bersama laki-laki maupun perempuan. Karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus tahu dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi. Kesalahan dimana persoalan reproduksi lebih banyak menjadi tanggung jawab perempuan tidak boleh terjadi lagi.

3. Seks, Seksualitas, Kesehatan Seksual

Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin.
Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual.
4. Seksualitas Diri

Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual, identitas peran atau jenis.
Dari dimensi sosial dilihat pada bagaimana seksualitas muncul dalam hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam membentuk pandangan tentang seksualitas yang akhirnya membentuk perilaku seks.
Dimensi perilaku menerjemahkan seksualitas menjadi perilaku seksual, yaitu perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan atau hasrat seksual.
Dimensi kultural menunjukan perilaku seks menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat.
5. Kesehatan Seksual

Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Bukan hanya tidak adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati.

6. Perilaku seksual

Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku, namun tentu saja tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki konsekuensi berbeda.
Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, petting (bercumbu berat) sampai berhubungan seks.
Bagaimana perilaku seks aman ?

Perilaku seks aman adalah perilaku seks tanpa mengakibatkan terjadinya pertukaran cairan vagina dengan cairan sperma misalnya dengan bergandengan tangan, berpelukan, berciuman. Sementara hubungan seks tanpa menggunakan kondom bukan merupakan perilaku seks aman dari kehamilan dan PMS. Jika benar-benar ingin aman, tetaplah tidak aktif seksual tetapi jika sudah aktif, setialah dengan satu pasangan saja, atau gunakan kondom dengan mutu yang baik dan benar agar dapat mengurangi risiko terkena PMS, HIV/AIDS dan kehamilan.
Masturbasi

Masturbasi adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada bagian tubuh yang sensitive, namun tidak sama pada masing-masing orang, misalnya: puting payudara, paha bagian dalam, alat kelamin (bagi wanita terletak pada klitoris dan sekitar vagina; sedangkan bagi laki-laki terletak pada sekitar kepala dan leher penis). Misalnya laki-laki melakukan masturbasi dengan meraba penisnya, remaja perempuan menyentuh klitorisnya hingga dapat menimbulkan perasaan yang sangat menyenangkan atau bisa timbul ejakulasi pada remaja laki-laki.

Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang yang melakukannya tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan risiko fisik seperti mandul, impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka dan infeksi. Risiko fisik biasanya berupa kelelahan. Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa, dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja tertentu.

Onani

Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki. Istilah onani diambil dari seseorang bernama onan yang sejak kecil sering merasa kesepian. Untuk mengatasi rasa kesepiannya ia mencari hiburan dengan membayangkan hal-hal erotis sambil mengeksplorasi bagian-bagian tubuhnya yang sensitif sehingga mendatangkan suatu kenikmatan. Nama onan ini berkembang menjadi onani. Istilah onani lainnya yang dipakai dengan arti sama yaitu swalayan, ngocok, automanipulatif, dsb.

Petting

Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, jadi sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Ada pula yang mengatakan petting sebagai bercumbu berat. Biasanya dilakukan sebagai pemanasan sebelum melakukan hubungan seks. Walaupun tanpa melepaskan pakaian, petting tetap dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan karena sperma tetap bisa masuk ke dalam rahim, karena ketika terangsang perempuan akan mengeluarkan cairan yang mempermudah masuknya sperma ke dalam rahim, sedangkan sperma itu sendiri memiliki kekuatan untuk berenang masuk ke dalam rahim jika tertumpah pada celana dalam yang dikenakan perempuan, apalagi jika langsung mengenai bibir kemaluan.

Hubungan seksual

Hubungan seksual yaitu masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran cairan mani yang di dalamnya terdapat jutaan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan.

7. Kehamilan dan Melahirkan

Apa yang Terjadi jika Remaja Menikah/hamil pada Usia Sangat Muda (di bawah 20 tahun)?

Remaja dimungkinkan untuk menikah pada usia dibawah 20 tahun sesuai dengan Undang-undang Perkawinan No. I tahun 1979 bahwa usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki-laki 18 tahun. Tetapi perlu diingat beberapa hal sebagai berikut:
• Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol kehamilan. Ini berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
• Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dpat berdampak pada keracunan kehamilan serta kekejangan yang berkibat pada kematian
• Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (dibawah 20 tahun) sering kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitanya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
Apa yang Perlu Diketahu Remaja Tentang Kehamilan yang Tidak Diinginkan?
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaanya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut. KTD disebabkan oleh faktor:
• Karena kurangnya pengetahuan yang lengkap dan benar mengenai proses terjadinya kehamilan dan metode-metode pencegahan kehamilan
• Akibat terjadinya tindak perkosaan
• Kegagalan alat kontrasepsi
Kerugian KTD dan Bahaya pada Remaja?
Beberapa kerugian KTD pada remaja:
• Remaja atau calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap untuk hamil maka ia bisa saja tidak mengurus dengan baik kehamilannya
• Sulit mengharapkan adanya perasaan kasih sayang yang tulus dan kuat dari ibu yang megalami KTD terhadap bayi yang dilahirkanya nanti. Sehingga masa depan anak mungkin saja terlantar
• Mengakhiri kehamilannya atau sering disebut dengan aborsi. Di Indonesia aborsi dikategorikan sebagai tindakan ilegal atau melawan hukum. Karena tindakan aborsi adalah ilegal maka sering dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak aman. Aborsi tidak aman berkontribusi kepada kematian dan kesakitan ibu.

Apakah Dampak dari Melakukan Aborsi?
Aborsi sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan perempuan terutama jika dilakukan secara sembarangan yaitu oleh meraka yang tidak terlatih. Perdarahan yang terus-menerus serta infeksi yang terjadi setelah tindakan aborsi merupakan sebab utama kematian perempuan yang melakukan aborsi. Di samping itu aborsi juga berdampak pada kondisi psikologis. Perasaan sedih karena kehilangan bayi, beban batin akibat timbulnya perasaan bersalah dan penyesalan yang dapat mengakibatkan depresi. Oleh karena itu konseling mutlak diperlukan kepada pasangan sebelum mereka memutuskan untuk melakukan tindakan aborsi. Tindakan aborsi harus diyakinkan sebagai tindakan terakhir jika altenatif lain sudah tidak dapat diambil.

8. PMS & HIV/AIDS
Apa yang Dimaksud dengan Penyakit Menular Seksual (PMS)?
PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual. Seseorang berisiko tinggi terkena PMS bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Bila tidak diobati dengan benar, penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian.
Apa saja Tanda dan Gejala PMS?
Karena bentuk dan letak alat kelamin laki-laki berada di luar tubuh, gejala PMS lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Tanda-tanda PMS pada laki-laki antara lain:
• berupa bintil-bintil berisi cairan,
• lecet atau borok pada penis/alat kelamin,
• luka tidak sakit;
• keras dan berwarna merah pada alat kelamin,
• adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam,
• rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin,
• rasa sakit yang hebat pada saat kencing,
• kencing nanah atau darah yang berbau busuk,
• bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi borok.
Pada perempuan sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari. Jika ada gejala, biasanya berupa antara lain:
• rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual,
• rasa nyeri pada perut bagian bawah,
• pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin,
• keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya,
• keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal,
• timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual,
• bintil-bintil berisi cairan,
• lecet atau borok pada alat kelamin.

Bagaimana Remaja Bisa Terhindar dari PMS?
Bagi remaja yang belum menikah, cara yang paling ampuh adalah tidak melakukan hubungan seksual, saling setia bagi pasangan yang sudah menikah, hindari hubungan seksual yang tidak aman atau beresiko, selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan PMS, selalu menjaga kebersihan alat kelamin.

Apa saja Jenis PMS?

Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS. Di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah gonore (GO), sifilis (raja singa), herpes kelamin, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis vagina, kutil kelamin.

Apakah PMS dapat Diobati?

Kebanyakan PMS dapat diobati, namun ada beberapa yang tidak bisa diobati secara tuntas seperti HIV/AIDS dan herpes kelamin. Jika kita terkena PMS, satu-stunya cara adalah berobat ke dokter atau tenaga kesehatan., jangan mengobati diri sendiri. Selain itu, pasangan kita juga harus diobati agar tidak saling menularkan kembali penyakit tersebut.
Mitos-mitos seputar PMS
Perlu diketahui bahwa PMS tidak dapat dicegah hanya dengan memilih pasangan yang kelihatan bersih penampilannya, mencuci alat kelamin setelah berhubungan seksual, minum jamu-jamuan, minum antibiotik sebelum dan sesudah berhubungan seks.
Apakah HIV/AIDS itu?

AIDS singkatan dari Aquired Immuno Deficiency Syndrome. Penyakit ini adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh. Penyebabnya adalah virus HIV. HIV sendiri adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.

Apakah HIV/AIDS Termasuk PMS?

Ya, karena salah satu cara penularannya adalah melalui hubungan seksual. Selain itu HIV dapat menular melalui pemakaian jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV, menerim tranfusi darah yang tercemar HIV atau dari ibu hamil yang terinfeksi virus HIV kepada bayi yang dikandungannya. Di Indonesia penularan HIV/AIDS paling banyak melalui hubungan seksual yang tidak aman serta jarum suntik (bagi pecandu narkoba).
Tanda-tanda dan Gejala HIV/AIDS.
Sesudah terjadi infeksi virus HIV, awalnya tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Beru beberapa minggu sesudah itu orang yang terinfeksi sering menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu atau diare. Pada periode 3-4 tahun kemudian penderita tidak memperlihatkan gejala khas atau disebut sebagai periode tanpa gejala, pada saat ini penderita merasa sehat dan dari luar juga tampak sehat. Sesudahnya, tahun ke 5 atau 6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan dimulut, dan terjadi pembengkakan di kelenjar getah bening dan pada akhirnya bisa terjadi berbagai macam penyakit infeksi, kanker dan bahkan kematian.

Bagaimana Bisa Terhindar dari HIV/AIDS?

Lebih aman berhubungan seks dengan pasangan tetap (tidak berganti-ganti pasangan seksual). Hindari hubungan seks di luar nikah. Menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual berisiko tinggi seperti dengan pekerja seks komersial; sedapat mungkin menghindari tranfusi darah yang tidak jelas asalnya; menggunakan alat-alat medis dan non media yang terjamin streril.
Pengobatan HIV/AIDS Sampai sekarang, belum ditemukan cara pengobatan yang tuntas, saat ini yang ada hanyalah menolong penderita untuk mempertahankan tingkat kesehatan tubuhnya.

Bagaimana Mendeteksi HIV/AIDS?

Dengan melakukan tes-tes darah sesuai tahapan perkembangan penyakitnya. Untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus HIV, yang menunjukkan adanya virus HIV dalam tubuh, dilakukan tes darah dengan cara Elisa sebanyak 2 kali. Kemudian bila hasilnya positif, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan cara Western Blot atau Immunofluoresensi.
Mitos yang Salah Seputar HIV/AIDS?
Beberapa mitos yang salah yang sering terjadi di masyarakat adalah bahwa berhubungan sosial dengan penderita HIV/AIDS akan membuat kita tertular, seperti bersalaman, menggunakan WC yang sama, tinggal serumah, atau menggunakan sprei yang sama dengan penderita HIV/AIDS.